Undang-Undang tentang cybercrime
Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang - Undang khusus/
cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang undang
tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan
undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004
sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan
Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen
Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi, terdapat beberapa hukum
positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku
cybercrimeterutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana,
antara lain :
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana
1. Pasal 362 KUHP yang
dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
dengan menggunakansoftware card generator di Internet untuk melakukan transaksi
di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian
penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik
kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan
pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti
website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
3. Pasal 282 dan 311 KUHP
dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang
vulgar di Internet.
b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang- Undang
No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi
yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang
apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu
membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang
intruksi-intruksi tersebut.
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang- Undang
No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau
penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan,
gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya.
d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8
Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah
berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat
penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
Compact Disk - Read Only Memory(CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many
(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undangtersebut sebagai alat bukti
yang sah.
e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang
yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai
tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan
prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan
merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang
(Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003,
Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal
27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa
dengan itu.
Sumber : KelompokSembilan EPTIK